Sabtu, 07 Desember 2013

Tanah Adat di Ranah Minang

Tanah adat di Minangkabau seperti diketahui mempunyai kedudukan tersendiri.
Tanah adat yang dimiliki oleh suatu kaum, misal kaum a, kaum A ini sebagian kecil dari suatu suku misal lagi suku caniago (kebetulan awak sukunyo caniago).
Suku adalah kelompok yang mempunyai hubungan darah sangat dekat menurut garis keturunan keibuan, matrilinial .
Susunan organisasi kekeluargaan ini dipimpin oleh seorang laki laki atau beberapa orang laki laki yang disebut dengan mamak. yaitu saudara laki laki dari ibu.
Saudara dari laki laki dari nenek disebut angku atau datuk.
Kumpulan dari mamak dan datuk inilah yang disebut ninik mamak. Jangan salah sebut nenek mamak, tapi ninik mamak.
Jadi ninik disini adalah datuk, artinya laki laki, saudara laki laki dari nenek. Sedangkan nenek adalah perempuan, sebutannya disana adalah anduang.
Demikianlah sedikit gambaran mengenai sistem keluarga itu.

Siapa Yang Berkuasa atas Tanah ?

Katanya, yang memiliki tanah itu adalah kaum atau keluarga tadi. Yang berkuasa atas tanah adalah mamak yang tertua.
Tetapi dalam kenyataan sehari-hari tanah itu dibawah kekuasaan atau kelihatannya seperti dalam kepemilikan ibu, atau nenek dalam keluarga itu.
Jadi pihak perempuanlah sebenarnya yang memiliki tanah atau sawah itu.
Tidak ada orang menyebut sawah angku datuak Bandaro, misalnya.
Yang ada disebut orang adalah sawah Etek Upik.

Jadi inilah yang terlihat dalam masyarakat.
Yang dianggap masyarakat pemiliknya adalah si ibu atau si nenek tadi, yang menguasainya mamak atau ninik itu.
Tetapi dibaliak itu, yang mengasainya keluar kalau ada urusan apa apa terhadap tanah itu misal urusan dengan kantor kantor pemerintahan, maka ninik atau mamak yang terkemuka dalam kaum tadilah yang berhadapan, dialah yang bertugas menghadapi hal itu.
Demikian gambaran struktur organisasi pemilikan dan penguasaan atas tanah pusaka tinggi dalam satu keluarga.

Berdasarkan diatas struktur kepemilikan dan penguasaan atas tanah, menurut hukum adat Minangkabau sebagai berikut:

1. Tanah ulayat nagari
Adalah hutan ataupun tanah yang berada dalam pengelolaan Nagari.
Biasanya tanah ulayat nagari dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat umum; seperti untuk Masjid dan sebagainya.

2. Tanah ulayat suku;
Adalah tanah tanah yang dikelola dan hanya anggota suku inilah yang dapat memperoleh dan menggunakan tanah tersebut.

3. Tanah pusaka tinggi:
Tanah yang dimiliki oleh kaum, yang merupakan milik bersama dari seluruh anggota kaum dan diperoleh secara turun temurun, yang pengawasannya berada di tangan mamak Kepala Waris Kaum.

4. Tanah pusaka rendah:
Adalah harta yang diperoleh seseorang atau suatu/sebuah paruik berdasarkan pemberian atau hibah maupun pencariannya, pembelian, "Taruko" dan sebagainya

Paralu juo disampaikan bahwa pada saat kini tanah ulayat Nagari maupun tanah tanah suku di beberapa Nagari sudah tidak ditemui lagi, hal ini disebabkab karena "pudar" dilanda perkembangan penduduk dan perkembangan Sosial Ekonomi

"Kato dahulu, batapeki,
Kato kamudian, kato baurai
Ikrar ba muliakan,
Janji batapeki
Kurang labiah minta maaf.

Penulis: Sajuti Thalib, S.H

Aspek Hukum Dalam Masyarakat Minangkabau

UNDANG-UNDANG DUOPULUAH

Suatu hal yang ikut berperanan dalam perkembangan sosial budaya Minangkabau, ialah ketentuan hukum adat. Dimana nenek moyang orang Minangkabau telah mengatur adat sebagai undang undang dan hukum. Ketentuan tersebut dijadikan ukuran bertindak dan berperilaku ditengah komunitas sosial, baik seebagai individu maupun masyarakat secara luas.

Secara sistematis undang undang dan hukum disusun menurut empat kategori :
1. Undang undang Nagari
2. Undang undang isi Nagari
3. Undang undang luhak dan rantau
4. Undang undang nan duo puluah

Semua jenis undang-undang itu merupakan satu kesatuan yang utuh, kemudian dijabarkan secara luas dan teratur dalam masyarakat, sehingga terbentuklah satu kesatuan hukum yang berlaku di ditengah masyarakat Minangkabau.

Pada kesempatan ini kita akan mengetengahkan undang undang duopuluah. Undang undang duopuluah adalah undang undang yang terdiri dari 20 pasal. Pasal pasal yang terdapat didalam merupakan ketentuan tentang hukum pidana atau tindak kejahatan. Ditinjau dari segi bentuknya, undang undang duopuluah dikelompok menjadi dua bagian, undang undang nan salapan dan undang-undang nan duo baleh.

Undang-undang nan salapan adalah pasal pasal yang menyangkut jenis kejahatan atau yang disebut "cemo ba-kadaan" sedang 12 pasal lagi adalah nan duo baleh, yaitu ketentuan yang menyangkut alasan untuk menangkap dan menghukum seseorang, disebut juga "duo baleh tuduah nan bakatunggagan". Menurut a.A.Navis dalam buku "Alam Takambang Jadi Guru" bahwa undang undang ini terdiri dari dua bagian yang masing masing terdiri dari enam pasal. Bagian pertama disebut bagian tuduh, yakni pasal pasal yang dapat menjadikan seseorang tertuduh dalam melakukan kejahatan. Enam pasal lainnya dinamakan "cemo" (cemar), yaitu merupakan prasangka terhadap seseorang sebagai orang yang telah melakukan sesuatu kejahatan, sehingga ada alasan untuk menangkap dan memeriksanya (1984-111-112)

Agar lebih jelasnya pasal pasal dalam undang undang duo pluah ini, penulis akan menyuguhkan satu persatu sesuai dengan kedudukannya.

Undang-Undang Nan Salapan
Bila kita lihat secara teliti tentang pasal pasal dalam undang undang nan salapan, dianya mencantumkan jenis kejahatan yang dilakukan seseorang. Tiap pasalnya menpunyai dua jeniskejahatan yang hampir bersamaan, akan tetapi kadarnya berbeda. Untuk lebih jelasnya berikut ini kita muat pasal pasal sebagai berikut :

1. Dago dagi mambari malu.
Dago adalah perbuatan yang mengacaukan, sehingga terjadi kehebohan dan desas desis. Sedangkan dagi adalah perbuatan fitnah ditengah masyarakat sehingga orang yang difitnah merasa malu atau dirugikan

2. Sumbang salah laku parangai.
Yang dimaksud dengan sumbang adalah perbuatan yang menggauli seseorang yang tidak boleh dinikahi. Misalnya bergurau antar pemuda dengan saudara perempuannya atau dengan gadis sekaum. Dalam masyarakat Minangkabau kita mengenal beberapa perbuatan sumbang, diantaranya sumbang duduak, sumbang tagak, sumbang diam, sumbang perjalanan, sumbang pekerjaan, sumbang tanyo, sumbang jawab, sumbang kurenah, sumbang pakaian, dan sumbang pergaulan.
Semua unsur diatas berbeda kadarnya. Kemudian yang dimaksud dengan salah adalah perbuatan keji, misalnya seseorang pemuda melakukan perzinahan denganwanita yang bukan istrinya. Jadi sumbang salah kejahatan yang berkenaan dengan tingkah laku individu, sehingga menimbulkan keributan terhadap orang banyak.

3. Samun saka Tagak Dibateh
Samun adalah perbuatan merampok milik orang lain dengan membunuh orang tersebut. Sedang saka adalah perbuata merampok milik orang lain dengan kekerasan, paksa atau menganiaya orang tersebut. Dulu setiap terjadi tindak kejahatan ini selalu di batas jalan. Akan tetapi sekarang kejadian seperti ini bukan hanya terjadi dibatas aja, tetapi sering terjadi juga dirumah rumah, kebun, sawah dan sebagainya.

4. Umbuak Umbi budi marangkak
Umbuak adalah perbuatan rayuan atau penyuapan pada seseorang sehingga dapat merugikan orang lain. Umbi adalah perbuatan membujuk seseorang agar sama sama mau melakukan kejahatan. Dalam pasal ini mempunyai persamaan dengan "kicuah kecang", kicuah adalah perbuatan penipuan yang merugikan orang lain. Sedang kecang adalah perbuatan pemalsuan yang merugikan orang lain.

5. Curi Maling taluang didindiang
Curi adalah perbuatan mengambil barang orang lain disaat penghuninya lengah, maksud dalam mengambil milik orang lain tidak direncanakan, tetapi hanya sambil lalu saja. Sedangkan maliang adalah perbuatan mengambil milik orang lain disaat pemiliknya tidak ada ditempat itu. Dari sisi lain dapat juga disebut mengambil milik orang lain dengan melakukan perusakan, seperti bekas yang terluang pada dinding.

6. Tikam Bunuah padang badarah
Tikam adalah menancapkan benda tajam kepada seseorang, sehingga orang tersebut terluka oleh perbuatannya. Sedangkan yang dimaksud dengan bunuah adalah perbuatan mehilangkan nyawa orang lain. Apakah perbuatan itu untuk mengambil milik orang lain atau merupakan dendam lama.

7. Sia Baka sabatang suluah
Sia (siar) adalah tindakan membuat api sehingga milik orang lain terbakar. Umpamanya seseorang membakar perkebunannya, lalu api perkebunan itu menjalar kekebun orang lain, dan membakar tanaman yang ada. Baka (bakar) membakar milik orang lain dengan sengaja.

8. Upeh Racun batabuang sayak
Upeh adalah perbuatan aniaya kepada seseorang dengan memasukan ramuan kedalam makanannya, sehingga menimbulkan sakit bagi orang tersebut. Sedang racun adalah tindakan pembunuhan dengan memasukkan ramuan atau benda yang berbisa kedalam makanan orang tersebut.

Dari penjabaran pasal pasal undang nan salapan ini, maka dapat kita pahami bahwa masyarakat Minangkabau jauh sebelum berlakunya undang undang pidana di Indonesia, telah membuat konsep hukum dalam masyarakat.
Jadi konsep hukum yang terdapat dalam undang undang nan salapan adalah kategori kejahatan dan jenisnya.
Berdasarkan uraian diatas terdapat 16 macam perbuatan yang membuat seseorang itu dijatuhkan hukuman.

Undang-Undang Duobaleh
Seperti yang telah dibicarakan pada uraian terdahulu bahwa undang undan "duo baleh" adalah pembagian dari undang undang "duo puluah"

Konsep pada undang undang ini adalah dasar atau alasan menuduh seseorang. Pasal pasal dalam undang undang duo baleh terdiri dari 12 pasal, keseluruhannya merupakan alasan untuk menjatuhkan tuduhan. Seperti undang undang nan salapan, undang undang nan duo baleh juga diungkapkan secara berpapasan, yaitu :

1. Tatumbuak, Taceak
Tatumbuak maksudnya adalah si pelaku tidak dapat membalas tuduhan yang datang kepadanya, sehingga dia tidak dapat berucap apa apa. Taceak yaitu terdakwa terpaksa mengaku dan berterus terang atas tuduhan itu, bahwa yang melakukan perbuatan itu adalah dia sendiri.

2. Tatando, Tabukti
Yang dimaksud dengan tatando adalah ditamukan milik terdakwa ditempat kejadian atau ditempat berlangsungnya kejadian. Tabukti adalah terlihat bukti yang melekat pada tubuh atau pakaian bahwa adalah pelaku kejahatan.

3. Taikek, Takabek
Taikek dapat diartikan orang yang melakukan kejadian itu ditemui sedang melakukannya. Sementara takabek dimaksudkan orang melakukan kejahatan itu bertemu dilokasi terjadinya peristiwa, sehingga mereka tidak bisa lari dari lokasi tersebut.

4. Tacancang, Tarageh
Tercencang merupakan bekas yang ditemukan akibat tindakan terdakwa ditempat kejadian. Tarageh yaitu ditemukan pada tubuh terdakwa bekas yang ditimbulkan oleh benda yang ada ditempat berlangsungnya peristiwa.

5. Tahambek, Tapukau
Yang dimaksud Tahambek adalah terdakwa tidak dapat lolos dari pengepungan. Sedang Tapukau adalah terdakwa tertangkap setelah dikeroyok atau terpukul oleh orang yang mengejarnya.

6. Talalah, Takaja
Talalah yakni ditemukan terdakwa dalam tempat persembunyiannya setelah dilakukan pengejaran. Sementara takaja adalah terdakwa dapat tertangkap dalam pengejaran.

Keenam pasal diatas merupakan hal hal yang berhubungan dengan alasan untuk menangkap terdakwa. Pasal ini menyatakan pembuktian secara langsung dan dapat dijadikan sebagai syarat untuk menjatuhkan hukuman. Namun disisi lain, ajaran adat Minangkabau juga menjelaskan tentang kesaksian hukum. Hal itu dapat menjadi penguat dari pasal pasal diatas. Berikut ini pasal pasal yang menyatakan kesaksian hukum, merupakan kelanjutan dari pasal undang undang duo baleh, yaitu sebagai berikut :

7. Basuruik bak sipasan bajajak bak bakiak
Ditemukannya bekas atau jejak ditanan menuju tersangka

8. Anggang lalu, atah jatuah
Maksudnya seseorang ditemukan ditempat kejadian bersamaan terjadinya peristiwa

9. Kecondongan mato urang banyak
Diwaktu kejadian banyak mata melihatnya. Dari sisi lain dapat pula dikiaskan bahwa hidup tersangka tiba tiba berubah secara mendadak, sedangkan orang banyak belum mengetahui asal usul perubahan itu.

10. Bajua bamurah murah
Yaitu didapati seseorang sedang menjual barang atau alat alat dengan harga muranh sekali, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa barangyang dijual itu bukan miliknya.

11. bajalan Bagageh gageh.
Terlihat tersangka sedang berjalan sangat cepat sekali atau tergesa gesa, kemudian dari air mukanya memancarkan rasa ketakutan.

12. Dibaok pikek, dibaok langau.
Pikek adalah sejenis serangga yang mencari makanan pada tubuh kerbau, ukuran badannya agak besar dari lalat. Jadi maksud ungkapan dibaok pikek, dibaok langau yaitu terdakwa ditemukan hilir mudik tampa diketahui tujuan yang pasti Dari uraian diatas dapat dipahami, bahwa undang undang duo puluah hanyalah menyatakan bentuk kejahatan yang dilakukan seseorang, tuduhan dan diperkuat dengas kesaksian hukumnya. Sedangkan pelaksanaan peradilan dan proses pengambilan keputusan tidak dimuat dalam undang undang tersebut.


Sumber : Buletin Sungai Puar No. 46 - April 1994

Adat Sumando Manyumando

Sumando adalah hubungan adat yang terjadi antara seorang lak-laki dalam suatu suku dengan kaum keluarga suku lainnya di Minangkabau, sebagai akibat pernikahannya dengan seorang perempuan dalam suku tersebut. Maka dalam hal ini sumando manyumando ini, berdiri adat didalammnya.

1. Tantangan sumando manyumando, yang sama-sama senagari,

nan selingkung aur,
nan berjumbai daun,

atau yang berbatasan tanah;

jauh nan buliah ditunjuakkan
dakek nan buliah dikakokkan
malompek lai basitumpu
mancancang lai basangkalan,
badiri adat tantang itu
nan batali buliah dihirik
nan batampuak buliah dijinjiang.

2. Sewaktu marapulai telah sampai si rumah anak daro, maka dia disambut menurut adat, disongsong dengan sirih di carano yang ditutupi kain dalamak. Sedangkan yang bertugas menyambut marapulai tersebut adalah urang sumando pula. Selanjutnya dia pulalah yang membawa marapulai naik ke atas rumah gadang serta mendudukannya di tempatnya.

3. Marapulai didudukkan ditempatnya, yaitu membelakang ke bilik dalam dan menghadap ke luar rumah, maksudnya ialah di rumah isterinya itu dia bernama urang sumando dan harus selalu bisa menempatkan diri pada posisi yang telah ditentukan. Dia tidak boleh mencampuri urusan harta pusaka dan tidak ikut bertanggung jawab didalam masalah-masalah yang timbul dalam keluarga isterinya itu, kecuali apabila dia sebagai urang sumando diajak duduk sehamparan dalam membahas sesuatu masalah yang memerlukan kehadiran urang sumando.

Dalam duduk sehamparan itupun dia harus tahu bahwa setiap kata yang dikatakannya bukanlah "kata mamak" akan "kata urang sumando". Kata mamak adalah "kata manurun", sedangkan urang sumando "kata malereng".
Sehubungan dengan kedudukannya, didalam adat disebutkan bahwa urang sumando itu adalah :

mangabek indak arek
mamancuang indak putuih

maksudnya adalah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, dia tidak boleh

memakan menghabiskan
mencencang memutuskan

dirumah nan bermamak, kampuang nan bertua. Walaupun pekerjaan baik sekalipun yang akan dilakukannya didalam rumah isterinya itu, maka wajib baginya membawa kata dengan mufakat dengan mamak rumah. Hak mamak tersebut dilambangkan dengan tempat duduknya didalam rumah gadang, yaitu membelakang ke luar dan menghadap ke bilik dalam.

4. Urang sumando harus manyadari benar bahwa kedudukannya dirumah isterinya itu tidak berurat berakar. Statusnya sebagai urang sumando didalam adat disebutkan sebagai :

langau di ikua kabau
lacah di kaki
abu diatas tunggua

Seorang laki-laki di Minangkabau harus menyadari bahwa dia mempunyai dwifungsi kepemimpinan didalam hidupnya, yaitu sebagai kepala keluarga di dalam rumah isterinya dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan "kode etik" urang sumando, dan juga sebagai tanggung jawab mamak rumah dalam keluarga ibunya dengan tugas, tanggung jawab dan wewenang sesuai dengan "kode etik" mamak rumah.
Dalam tugas dwifungsinya itu hendaklah dia melaksanakan ketentuan yang disebutkan dalam adat :

anak dipangku
kamanakan dibimbiang

Apabila laki-laki tersebut bersikap "indak nan labiah pado bini", sehingga melalaikan tanggung jawabnya terhadap ibu, dunsanak dan kemenakannya, ataupun dia berbuat sekehendaknya dirumah anak isterinya sehingga melupakan batas-batas wewenangnya sebagai urang sumando, maka dapatlah dikatakan bahwa laki-laki tersebut kurang :

batunjuak bajari

oleh ibu bapak dan mamaknya atau termasuk katagori :

indak baguru baraja

sebagai urang sumando. Hendaknya disadari bahwa apapun dapat terjadi dalam hidup ini, termasuk hubungan suami isteri tersebut :

saiyo babana, sataka bacarai
jikok carai nan basuo,
bukuak padang babalah buluah,
pinang pulang katampuaknyo,
ayam pulang ka pautan.

Bila masalah perceraian yang disebut, maka berdiri pula adat didalamnya, yaitu :

carai hiduik baponih surek
carai mati beranggun-anggun;

Terbang langau di ekor kerbau, hanyut lacah di kaki dan hilanglah abu diatas tunggul, kembalilah si laki-laki kerumah ibunya atau dunsanak lemenakannya dengan fungsi mamak rumah atau tungganai.

5. Selanjutnya apabila sumandi manyumando itu terjadi dari satu nagari ke nagari lain atau dari satu luhak ke luhak yang lain, hal itu disebut :

tali tarantang indak putuih
sangkutan tagantuang indak patah
indak lapuak dek hujan
indak lakang sabab dek paneh

Penyebutan dengan ungkapan demikian, karena orang dalam tiga luhak bila ditelusuri masih mempunyai hubungan satu sama lain, setidak-tidaknya mempunyai hubungan adat.
Ada beberapa sebutan atau julukan terhadap fungsi urang sumando itu, bila dilihat dari sudut cacad dan celanya, sedangkan dari sudut yang terbaik hanya satu julukan yaitu :

"urang sumando ninik mamak"

yang sangat didambakan semua pihak.
Adapun pengertian urang sumando ninik mamak antara lain adalah :

kok kusuik sato manyalasaikan
kok karuah sato mampajaniahan

Bila terjadi silang selisih dalam rumah nan bermamak.
kaganti bumi dengan langik
kaganti cincin dengan gelang

payuang panji tampek balinduang
kaganti si tawa jo si dingin

panjang nan ka mangarek
singkek nan mambilai.

Untuk itulah diperlukan pengertian tentang falsafah yang terkandung di dalam pakaian kebesaran tersebut.
Maka semua hal itu hanya dapat diketahui anak kemanakan yang muda-muda, apabila diterangkan oleh seorang mamak kepada mereka. Seangkan mamak tersebut barulah akan dapat memberikan ajarannya apabila dia sendiri sudah menghayati pula tentunya.

Sumber : Buletin Sungai Puar 24 maret 1988

Pengetahuan Tentang Adat Minangkabau III

6. Cupak Duo
Cupak dalam adat adalah ukuran dan takaran untuk penakar makanan yang tidak boleh dilebihi dan dikurangi, apabila dipakai untuk jual beli.

Cupak ini terbagi dua macam :
a. Cupak usali (asli)
b. Cupak buatan

a. Cupak Usali
Ialah nan disabuik cupak duo baleh taia, gantang nan kurang duo limo puluah, yakni peraturan adat dibuat oleh nenek moyang kita Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt. Katumanggungan. Gantang nan kurang duo limo puluah adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan Allah dan Rasul. Cupak duo baleh taia dan gantang kurang duo limo puluah ini di Minangkabau tidak dapat diubah.

Cupak usali adalah peraturan-peraturan yang telah kita teima turun-temurun tentang adat Minangkbau yang berhubungan dengan gelar pusako (soko), harta pusaka, undang-undang pergaulan di Minangkabau, tentang penyelesaian sengketa, soal sosial, keamanan, dan sebagainya, dan peraturan dalam adat yang kita sebut adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, adat nan kawi, syarat nan lazim. Cupak usali itu yang sebenarnya adalah kata kiasan, maksudnya peraturan-peraturan yang asli tentang adat dan syarak, yang tidak dapat ditambah dan dikurangi.

Cupak papaek gantang piawai, cupak duo baleh taia, gantang kurang duo limo puluah. Cupak duo baleh taia ini disebut juga cupak nan anam ka ateh, anam ka bawah, yakni enam hal yang bersangkutan dengan perdata, dan enam yang bersangkutan dengan pidana. Gantang kurang duo limo puluah, adalah 20 sifat yang wajib, 20 sifat yang mustahil pada Allah, dan 4 sifat yang wajib pada Rasul, 4 sifat yang mustahil pada Rasul, sehingga berjumlah 50 kurang dua, satu harus pada Allah, satu harus pada Rasul

b. Cupak buatan :
Persekutuan yang memberi lazat bagi sagalo hati manusia. Artinya peraturan-peraturan yang dibikin oleh cupak buatan ialah peraturan adat dalam satu nagari. Peraturan itu memberikan kelazatan dalam pergaulan masyarakat, sebab kalau sudah dapat dilaksanakan akan membawa hasil yang baik dalam hubungan satu dengan yang lainnya.

Cupak Tiruan :
Ialah hawa nafsu yang diharuskan bagi hati setengah manusia. Artinya adalah keinginan yang dipunyai oleh sebagian orang karena dalam keinginan yang dimaksud itu tidak semua orang menyukainya, adakalanya lantaran tidak ada kesanggupan untuk memiliki keinginan tersebut, dan adakalanya lantaran tidak adanya kesukaan terhadapnya.

Cupak nan piawai :
Adalah suatu pekerjaan di dalam masyarakat untuk mencapai kehidupan yang sempurna dan pergaulan yang baik serta kebutuhan hidup yang diridhai oleh Allah SWT.
Cupak nan piawai ialah memenuhi kebutuhan hidup yang suatu penghidupan yang dapat mengahsilkan sesuatu untuk kebutuhan sehari-hari.

7. Ukua Jangko Di dalam Adat Minangkabau
Menurut adat Minangkabau ada beberapa ketentuan yang menjadi ukuran dan hinggaan yang harus diamalkan oleh setiap orang, untuk mencapai tujuan secara baik di dalam kehidupan bergaul. Ketentuan tersebut dinamakan "ukua jangko" yang terdiri delapan macam.

a. Nak Luruih Rantangan Tali
Supayo jan manyimpang kiri jo kanan
Luruih manantang barih adat
Mangarek tantangan ukua

Artinya :
Selalulah di dalam kehidupan ini berlaku lurus dan benar, dan jangan menyimpang dari ketentuan yang berlaku di dalam masyarakat (adat, syarak, undang-undang).

b. Nak tinggi naiakkan budi
Mancari jalan kabanaran
Supayo jan kalangkahan
Tagak jan tasundak
Malenggang tidak tapampeh
batutua dengan lunak lambuik
Lunak bak santan jo tanguli
Suatu karajo nan lalu salasai sajo.

Artinya :
Selalulah bergaul dengan baik sesama manusia, yang tua dihormati, yang kecil dikasihi, sama besar bersaudara, dan berkatalah dengan lemah lembut, dan bergaullah dengan sopan hormat menghormati.

c. Nak haluih baso jo basi
Jan barundiang basikasek
Jan bakato basikasa
Jan bataratak bakato siang
Mahariak mahantam tanah
Jan babana ka pangka langan
Usah ba-utak ka ampu kaki.

Pandai maagak maagiahkan
Budi baiak baso katuju
Muluik manih kacindan murah.

Artinya :
Bergaullah penuh sifat ramah tamah, sopan dan santun, hormat menghormati sesamanya, yang senantiasa mencerminkan tingkah laku yang berlandaskan budi luhur.

d. Nan elok lapangkan hati
Mancari jalan kabaikan
Nan dapek suluah nan tarang
Mampunyai saba jo ridha
Sarato hemat dan cermat

Artinya :
Selalulah di dalam bergaul mempunyai sifat lapang hati dan sabar, tenang dan beribawa, tetapi tegas dan bijaksana, serta mempunyai sifat malu di dalam diri, dan hati-hati.

e. Nak taguah paham dikunci
Jan taruah bak katidiang
Jan baserak bak anjalai
Kok ado rundiang ba nan batin
Patuik baduo jan batigo
Nak jan lahia didanga urang

Artinya :
Yang terlalu lyoal, selalu menyimpan rahasia yang patut dirahasiakan. Bertindak dan berbuat penuh kebijaksanaan.

f. Nak Mulia tepati janji
Kato nan bana ka dipegang
Walau bak mano sangkuik pauik
Asa indak mahambek bana
Namun janji batapati juo

Artinya :
Kalau ingin dimuliakan atau jadi orang yang mulia, selalulah menepati janji yang telah dijanjikan, klecuali mendadak datang halangan.

g. Nak labo bueklah rugi
Namuah bapokok babalanjo
Namuah bajariah bausaho
Marugi kito dahulu
Dek ujuik yakin manjalankan
Lamo lambek tacapai juo

Artinya :
Berusahalah selalu untuk kebutuhan hidup sehingga mencapai keuntungan yang wajar. Dan setiap keuntungan yang ingin hendak dicapai senantiasa menghendaki pengorbanan.

h. Nak kayo kuat mancari
Namuah bajariah bausaho
Namuah bapokok babalanjo
Asa lai angok-angok ikan
Asa lai jiwo-jiwo patuang
Nan tidak dicari juo.

Artinya :
Setiap kesenangan dan kekayaan serta kebahagiaan biasanya dapat dicapai oleh seseorang, terlebih dahulu dengan membanting tulang dan memeras keringat.

Kalau sekiranya ukua jangko yang delapan macam tersebut dapat dilaksanakan oleh seseorang dalam hidup ini secara perorangan maupun secara bermasyarakat, maka bertemulah menurut kaedah adat :
Kok mamahek lah dalam barih
Kok batanam di dalam paga

Tetapi kalau sekiranya tidak dilaksanakan, juga adat mengatakan :
Bakato bak balalai gajah
Bicaro bak katiak ula
Babicaro kapalang aka
Bapikia saba tak ado
Bailimu kapalang paham
Rumah tampak jalan tak tantu
Angan lalu paham tatumbuak
Aka panjang itikad salah
Ukua sampai jangko alah sudah
Hari tibo hukuman jatuah
Di akhirat sajo mangkonyo tahu
Tuhan sandiri manantukan
Jalan dialiah dek rang lalu
Cupak dirubah rang manggaleh.

Pengetahuan Tentang Adat Minangkabau II


2. Nagari Ampek
Nagari Ampek terdiri dari :
a. Taratak
b. Dusun
c. Koto
d. Nagari

a. Taratak :
Adalah tempat mula-mula didiami nenek moyang kita untuk tempat beberapa orang anggota keluarga memulai "manatak". Selanjutnya "taratak" itu dijadikan tempat berkehidupan secara bersama yang sifatnya jauh dari sederhana.

b. Dusun :
Pada mulanya taratak dengan taratak lain yang mempunyai hubungan baik satu dengan yang lain mulai menyusun kesatuan keluarga yang jumlahnya sangat terbatas sekali. Dalam hal ini telah dimulai membuat rumah secara sederhana sekali, begitupun sumber-sumber penghidupan telah muali dilaksanakan secara tetap.

c. Koto :
Adalah dusun-dusun yang tadinya terpencar-pencar, kemudian dengan persetujuan bersama dilakukan pengelompokan yang dihubungkan dengan tali keturunan secara adat yang dimulai dengan pemufakatan yang bulat (sakato). Maka tempat yang telah diperoleh dengan cara pemufakatan bersama ini disebutlah "koto". Dalam hal ini masyarakatnya telah mulai berkembang maju, yaitu telah mulai bekerja membuat sawah ladang dan irigasi secara bersama-sama.

d. Nagari :
Beberapa koto, yang biasanya terdiri dari tiga kelompok koto, dijadikan satu. Yang pernah ditemui adalah Kepala Koto, Tengah Koto, Ikua koto. Ketiga koto ini disusun menjadi satu kesatuan hukum yang disebut "nagari" yang disebut dalam ketentuan adat :
Kok ketek balingka tanah
Jikok gadang balingkuang aua
Nagari bapaga undang
Kampuang bapaga buek
Kampuang baumpuak
Suku ba joroang

3. Kato-Kato Adat Ampek

Terdiri dari :
a. Kato Mufakat
b. Kato Pusako
c. Kato Dahulu Batapati
d. Kato Kamudian Kato Bacari

a. Kato Mufakat
Ialah :
Kato surang dibulati
Kato basamo dipaiyokan
Duduak surang basampik-sampik
Duduak basamo balapang-lapang

Baiyo jo adiak
Batido-tido jo kakak
Dibulekkan kato jo mufakat
Bulek baru digolekkan
picak baru dilayangkan
Saciok bak ayam
Sadanciang bak basi
Bulek indak basuduik
Picak indak basandiang
Tapauik balantak
Takuruang bakunci

b. Kato Pusako :
Ialah seperti yang disebutkan dalam ketentuan Adat :
Mamahek manuju barih
Tantang bana lubang ka tambuak
Malantiang manuju pangka
Tantang bana buah ka rareh
Manabang manuju pangka
Tantang bana ruweh ka rabah

Artinya meletakkan sesuatu hendaklah pada tempatnya, menurut mungkin dan patut adanya.

c. Kato Dahulu Batapati
Ialah sesuatu hasil mufakat yang telah disepakai bersama menjadi suatu keputusan, tetapi belum sempat untuk dilaksanakan karena sesuatu dan lain hal. Apabila telah tiba waktunya untuk dilaksanakan, maka pelaksanaan tersebut haruslah sesuai dengan Adat tentang Kato dahulu batapati :
Suri tagantuang batanuni
Luak taganang basauak
Kayu batakuak barabahkan
Janji babuek batapati

Titiak buliah ditampuang
Maleleh buliah dipalik
Satitiak buliah dilauikkan
Sakapa buliah digunuangkan

d. Kato Kamudian Kato Bacari
Adalah setiap persoalan yang telah dimufakati pada mulanya, tetapi belum mencapai keputusan, kemudian datang suatu hal yang menghalangi maka permufakatan itu ditunda waktunya. Setelah sampai pada waktu yang telah ditentukan, timbul pemikiran baru yang lain yang lebih baik dari pada yang sudah. Tanpa mengubah prinsip, maka dicari kata yang baru dalam hal ini. Maka yang demikian disebut "Kato kemudian kato bacari".

4. Hukum Ampek

a. Hukum ilmu: sesuatu yang dihukum dengan ilmu
b. Hukum sumpah : sesuatu yang dihukum dengan bersumpah
c. Hukum kurenah : sesuatu yang dihukum dengan fi'il
d. hukum perdamaian : sesuatu yang dihukum secara berdamai

5. Undang Ampek
a. Undang-undang Luak
Luak ba-pangulu
Rantau barajo

b. Undang-undang Nagari
Basasok bajarami
Bapandam bapakuburan
Balabuah batapian
Barumah batanggo
Basawah baladang
Bakorong bakampuang
Babalai bamusajik

c. Undang-undang dalam nagari
Salah ditimbang hutang babaia
Salah ambiak mangumbali
Salah cotok malantiangkan
Salang mangumbali
Alek bapanggia mati bajirambok
Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang
nan elok bahimbauan
Nan buruak bahambauan

d. Undang-undang duo puluah :
Dua belas dari undang-undang ini disebut "tuduah nan bakatangguangan" Atinya sesuatu yang bisa menjadikan seseorang dituduh mengerjakan suatu kejahatan, yaitu :
1. Anggang lalu atah jatuah
2. Pulang pagi babasah-basah
3. bajalan Bagageh-gageh
4. Kacondongan mato urang banyak
5. Dibao ribuik, dibao angin
6. Dibao pikek, dibao langau
7. Tasidorong jajak manurun
8. Tatukiak jajak mandaki
9. Bajua bamurah-murah
10. Batimbang jawab ditanyoi
11. Lah bauriah bak sipasin
12. Lah bajajak bak babakiek

Kalau kiranya yang dua belas macam ini salah satu telah ditemui pada diri seseorang dalam satu kejadian yang sifatnya kesalahan, maka seseorang itu telah dapat dituduh.

Delapan macam dari undang-undang dua puluh tersebut disebut di dalam adat Minangkabau "cemooh nan bakaadaan". Artinya bila seseorang yang dituduh melakukan kejahatan telah lengkap pembuktiannya, seperti :

13. Dago-dagi mambari malu
14. Sumbang salah laku parangai
15. Samun saka tagak di bateh
16. Umbuak umbi budi marangkak
17. Curi maliang taluang dindiang
18. Tikam-bunuah parang badarah
19. Sia baka sabatang suluah
20. Upeh racun batabuang sayak

Pengetahuan Tentang Adat Minangkabau I


Pengetahuan adat Minangkabau itu dihimpun di dalam "Undang nan Duo Puluh Cupak nan Duo"

I. Adat Ampek

Ini terdiri dari :
1. Adat sabana adat
2. Adat nan diadatkan
3. Adat teradat
4. Adat istiadat

Adat pada nomor 1 dan 2 disebut adat babuhua MATI yakni, Adat sabana adat dan Adat nan diadatkan. Dalam sehari-hari disebut "Adat".
Adat pada nomor 3 dan 4 disebut adat BABUHUA SENTAK yakni, Adat teradat dan Adat istiadat. Maka keempat keempat jenis adat ini disebut "adat istiadat Minangkabau".

a. Adat Sabana Adat
Ialah suatu peraturan yang seharusnya menurut alur dan patut, seharusnya menurut Agama Islam (syarak), menurut perikemanusiaan. Adil dam beradab. Sebelum masuknya Islam di Minangkabau, adat nan sabananyo adat ini adalah suatu aturan dalam masyarakat yang dicontoh dan dipelajari oleh nenek moyang kita Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt. Katumanggungan dari kenyataan alam, yang disebut dalam pepatah :
Panakiak pisau sirauk
Ambiak galah batang lintabuang
Silodang ambiak ka niru
Nan satitiak jadikan lauik
Nan sakapa jadikan gunuang
Alam takambang jadi guru.

b. Adat Nan Diadatkan
Ialah peraturan yang dibuat oleh Dt. Parpatiah Nan Sabatang dan Dt. Katumanggungan yang dicontoh dari adat nan sabananyo adat, dan dilukiskan peraturan itu dalam pepatah, yakni persoalan yang bersangkutan dengan peraturan hidup masyarakat dalam segala bidang, umpamanya :
a. Kedudukan seseorang sebagai pribadi
b. Kedudukan masyarakat
c. Eknomi

Dan juga mengatur bidang :
a. Susunan masyasrakat
b. Tujuan masyarakat
c. Cara mencapai tujuan masyarakat

Kedudukan sesorang sebagai pribadi :
Nan kuriak iyolah kundi
Nan merah iyolah sago
Nan baiak iyolah budi
Nen endah iyolah baso

Yang tujuannya untuk mencapai :
Nan tuo dihormati
Nan ketek dikasihi
Samo gadang baok bakawan
Anyuik bapinteh, hilang bacari
Salah dibatuakan
Tarapuang bakaik
Tabanam baslami.

Kedudukan masyarakat :
Nan barek samo dipikua
Nan ringan samo di jinjiang
Nan elok bahimbauan
Nan buruak bahambauan
Nan elok diawak katuju dek urang
Sahino samalu
Sasakik sasanang
Sakik disilau, mati bajanguak

Ekonomi :
Elok lenggang di nan data
Rancak Rarak di hari paneh
Hilang rono dek pinyakik
Hilang bangso tak barameh
Dek ameh sagalo kameh
Dek padi sagalo jadi
Duduak marauik ranjau
Tagak maninjau jarah

Dan sebagai dasar adalah :
Sawah ladang, banda buatan
Batanam nan bapucuak
Mamaliharo nan banyawa

Ka sawah babungo ampiang
Ka rimbo babungo kayu
Ka sungai babungo pasia
Ka lauik babungo karang
Ka tambang babungo ameh
Nan lunak di tanami padi
Nan kareh di buek ladang

Artinya sebagai prinsip dasar dalam bidang ekonomi adalah pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan dll.

Susunan masyarakat seperti kata pepatah :
Ingirih bakarek kuku
Panggang pisau sirauik
Panggarek batuang tuonyo
Batuang tuo ambiak ka lantai
Nagari ba kaampek suku
Dalam suku babuah paruik
Kampuang diagiah batuo
Rumah dibari batungganai

Dengan ketentuan :
Kamanakan barajo ka mamak
Mamak barajo ka penghulu
Penghulu barajao ka mufakat
Mufakat barajo ka nan bana
Bana badiri sandirinyo
Nan manuruik alua jo patuik

Tujuan masyarakat :
Bumi sanang padi manjadi
Padi kuniang jaguang maupiah
Taranak bakambang biak
Anak buah sanang santoso
Bapak kayo mande batuah
Mamak disambah urang pulo.

Artinya untuk mencapai kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan dalam masyarakat.

Cara mencapai tujuan masyarakat :
Nan barek samo dipikua
Nan ringan samo dijinjiang
Ka bukik samo mandaki
Ka lurah samo manurun
tatungkuik samo makan tanah
Tatilantang samo makan ambun
Tarapuang samo anyuik
Tarandam samo basah.

Kato surang di bulati
Kato basamo dipaiyokan
Kalau mambilai samo laweh
Kok maukua samo panjang
Ketek kayu ketek bahan
Gadang kayu gadang bahan

Nan ado samo dimakan
Nan tidak samo dicari
Hati gajah samo di lapah
Hati tungau diagiah bacacah

c. Adat Teradat
Ialah peraturan yang dibuat secara bersama oleh para ninik mamak, pamangku adat dalam suatu nagari.
Peraturan tersebut berguna untuk merealisasi peraturan-peraturan yang dibuat oelh nenek moyang dalam Adat Nan Diadatkan.

Di dalam aturan Adat Nan Diadatkan, peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan kehidupan masyarakat baik dalam bidang sosial, politik, hukum dan lain-lainnya, dituangkan dalam bentuk pepatah-petitih, mamang bidal, pantun dan gurindam yang disusun dalam bentuk kalimat kelimat pendek, tetapi mengandung arti kiasan yang menghendaki adanya peraturan pelaksana untuk menjalankannya dalam masyarakat.

Peraturan-peraturan Adat Teradat ini tidak sama pada tiap-tiap nagari. Karena peraturan-peraturan yang dibuat harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setiap nagari di Minangkabau. Hal ini disebut dalam pepatah :
Lain lubuak lain ikannyo
Lain padang lain belalalngnyo
Lain nagari lain adatnyo

Baadat sapanjang jalan
Bacupak sapanjang batuang

d. Adat Istiadat
Ialah kebiasaan dalam suatu nagari atau golongan yang berupa kesukaan dari sebgian masyarakat tersebut, seperti kesenian, olah raga, dan sebagainya, seni suara, seni lukis, dan bangunan-bangunan dan lain-lain, yang disebut dalam pepatah :
Nan baraso bamakan
Nan barupo baliyek
Nan babunyi badanga

Kesimpulan :
Adat yang empat macam itu sifatnya dibagi dua :
1. Adat nan babuhua mati
2. Adat nan babuhua sentak

Adat nan babuhua mati
Ialah adat nan sabananyo adat dan adat nan diadakan oleh Dt. Perpatiah Nan Sabatang dan Dt. Katumanggungan.

Adat nan babuhua sentak
Ialah adat teradat dan adat istiadat. Yang kedua ini dapat diubah bentuknya dengan tidak mengubah dasarnya (sendinya), yang disebut dalam pepatah :
Sakali aia gadang, sakali tapian bagaranjak
Sakali musim batuka, sakali caro baganti

Perubahan ini sesuai dengan situasi dan kondisi, dan haruslah diubah dengan kata mufakat.

Sumber : Buletin Sungai Pua 15 Juni 1986

Ciri dan Adat Orang Minang


1. Aman dan Damai
Bila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat seperti masalah perkimpoian, sistem kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu,kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.

Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu, kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.
Tujuan hidup itu adalah: BUMI SANANG PADI MANJADI TARANAK BAKAMBANG BIAK

Rumusan menurut adat Minang ini, agaknya sama dengan masyarakat yang aman damai makmur ceria dan berkah, seperti diidamkan oleh ajaran Islam yaitu "Baldatun Taiyibatun wa Robbun Gafuur".
Suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam penmgampunan Tuhan. Dengan adanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila telah tercapai stabilitas politik, barulah kita mungkin melaksanakan pembangunan ekonomi.

2. Masyarakat nan "Sakato"
Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah , maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan. Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat. Yang dimaksud dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang, yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas. Manusia dengan kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang yang akan dapat membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wahana) yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah.
Suatu Baldatun Taiyibatun Wa Robbun Gafuur. Corak masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan "sakato".

3. Unsur-unsur Masyarakat nan Sakato
Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato.
Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat. Keempat unsur itu adalah:

a. Saiyo Sakato
Menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain dengan pepatah "kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain".
Perbedaan pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut, maka akan berakibat masalah itu takkan terselasaikan. Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk melanjutkan pertengkaran.

Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga gepeng atau picak (melalui voting). Adat Minang tidak mengenal istilah "Sepakat untuk tidak se-Mufakat". Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar kita tetap utuh dan tetap satu. Setiap individu Minang disarankan untuk selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya.

Adat Minang tidak terlalu memuja kemandirian (privacy) menurut ajaran individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan berembuk dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi. Dengan demikian adat Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan "kebersamaan" kendatipun menyangkut urusan pribadi. Kendatipun seorang individu Minang menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam kedudukan mamak-rumah atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak mungkin juga diambil sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah disukai rang-orang Minang.

Adat Minang sangat mendambakan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai. Mereka memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat silang selisih, marah dan sengketa akan selalu terjadi. Antara sanduak dan periukpun tak pernah sunyi akan selalu ada kegaduhan. Namun demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi yang kuat untuk mengatasinya.

Adat Minang akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk. Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga. Namun demikian musyawarah tetap diupayakan

b. Sahino Samalu
Kehidupan kelompok sesuku sangat erat. Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara "kau dan aku" menjadi hampir tidak ada. Istilah "awak" menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara "awak samo awak", semuanya akan menjadi mudah. Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku.
Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.

c. Anggo Tanggo
Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat.
Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat. Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan. Dengan demikian ketertiban dan ketentraman akan selalu terjaga.

d. Sapikua Sajinjiang
Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung. Dengan masyarakat nan sakato ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.

BUMI SANANG PADI MANJADI
PADI MASAK JAGUNG MAUPIA
ANAK BUAH SANANG SANTOSA
TARANAK BAKAMBANG BIAK
BAPAK KAYO MANDE BATUAH
MAMAK DISAMBAH urang PULO

Source: http://www.cimbuak..net

Sabtu, 21 September 2013

ALAM TAKAMBANG JADI GURU

Alam Takambang Jadi Guru adalah pepatah yang berasal dari Minangkabau.
Kalau dibahasa-Indonesiakan, kira-kira menjadi
Alam Terkembang Menjadi Guru.

Baru-baru ini, pepatah tersebut masuk dalam perangkat pembelajaran untuk guru. Entah siapa yang memasukkan, yang jelas perangkat pembelajaran tersebut telah digandakan oleh banyak guru dan secara tidak langsung menyebarluaskan pepatah
Alam Takambang Jadi Guru.

Guru di Ranah Minang (Sumatra Barat) dan guru-guru penutur bahasa Minang pada umumnya akan langsung mengerti makna pepatah tersebut. Sementara itu, mereka yang tidak mengerti bahasa bahasa Minang, hanya bisa mengira dan mendiskusikan pengertiannya kepada teman sejawat.

Pepatah Alam Takambang Jadi Guru ini sangat dipahami oleh setiap orang yang berasal dari Ranah Minang.
Secara turun-temurun pepatah ini diajarkan, baik secara lisan maupun melalui berbagai karya tulis, termasuk di dalamnya karya sastra.
Secara sederhana, alam Takambang Jadi Guru dapat dieartikan 'agar kita belajar kepada alam dan berbagai fenomenanya yang senantiasa mengabarkan sebuah kearifan'.

Jumat, 20 September 2013

BUNDO KANDUANG


Bundo kanduang adalah panggilan terhadap golongan
wanita di Minangkabau,artinya Bundo adalah Ibu dan
Kanduang artinya Sejati.
Jadi, ibu sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan.

Adat Minangkabau yang memiliki sistem matrilineal,artinya garis keturunandiambil berdasarkan silsilah ibu, diungkapkan dalam gurindam adat Minang
berikut:

Bundo kanduang limpapeh rumah nan gadang
Umbun puruak pagangan kunci
Umbun puruak aluang bunian
Pusek jalo kumpulan tali
Sumarak dalam kampuang
Hiasan dalam nagari
Nan gadang basa batuah
Kok hiduik tampek banasa
Kok mati tampek baniak
Kaundang-undang ka Madinah
Kapayuang panji ka sarugo


~Maksud gurindam diatas, adat Minangkabu memberikan
beberapa keutamaan dan pengecualian terhadap wanita,
sebagai tanda kemuliaan dan kehormatan yang diberikan
kepada Bundo Kanduang, yang berguna untuk menjaga
kemuliaan danagar martabat Bundo Kanduang tidak jatuh.

Adapun keutamaan bundo kanduang di Minangkabau adalah:
Keturunan ditarik dari garis ibu
Garis keturunan ditarik dari garis ibu (matrilineal),
sehingga seorang anakyang dilahirkan oleh seorang
perempuan minang dari suku (misalnya Malayu)baik
laki-laki atau perempuan akan bersuku Malayu pula.
Tujuannya adalah agar manusia dapat menghormati dan
memuliakan kaum ibu yang telah melahirkannya.
Dan juga, menurut adat Minangkabau seorang ibu akan
lebih banyak menentukan watak dari manusia yang
dilahirkannya,seperti kata pepatah:

Kalau karuah aie di hulu
Sampai ka muaro karuah juo
Kalau kuriak induknyo
Rintiak anaknyo
Turunan atok ka palambahan


1. Rumah tempat kediaman
Menurut adat Minangkabau, rumah diperuntukkan untuk
kaum perempuan dan bukan untuk laki-laki. Hal ini
dikarenakan laki-laki secara kodrat lebih kuat
dibandingkan perempuan.Mengingat pentingnya peranan wanita
dalam kehidupan dan juga kodratnya yang lemah, maka Adat
Minangkabau lebih mengutamakan perlindungan terhadap kaum
wanita. Sesuai dengan pepatah adat:
Nan lamah ditueh
Nan condong ditungkek
Ayam barinduak
Sirieh bajunjuang


2. Sumber Ekonomi
"Sawah ladang banda buatan" yang merupakan sumber ekonomi
menurut adat Minangkabau, untuk pemanfaatannya lebih
diperuntukkan untuk kaum wanita.Walaupun begitu,
bukan berarti kaum laki-laki tidak dapat memanfaatkannya
sama sekali.

3. Penyimpanan Hasil Ekonomi
"Umbun puruak pagangan kunci, umbun puruak aluang bunian"
maksudnya bahwa sebagai pemegang kunci hasil ekonomi adalah
bundo kanduang (wanita).Rangkiang sebagai lambang tempat
penyimpanan diletakkan di depan rumah gadang yang ditempati
oleh bundo kanduang.Sesuai dengan kodrat perempuan
yang lebih ekonomis dibandingkan dengan kaumpria, maka
hukum adat mempercayakan kepada perempuan untuk memegang
dan menyimpan hasil sawah dan ladang.

4. Hak Suara dalam musyawarah
Di dalam adat Minangkabau, perempuan mempunyai hak
yang sama dalam musyawarah. Setiap ada sesuatu hal yang
akan dilaksanakan dalam kaum atau persukuan, maka suara
dan pendapat wanita juga ikut menentukan.

Fungsi Bundo Kanduang
Adapun fungsi bundo kanduang menurut adat Minangkabau
adalah:

Limpapeh rumah gadang
~Limpapeh adalah tiang tengah dalam sebuah bangunan,
pusat kekuatan dari tiang-tiang lainnya. Apabila tiang
tengah ambruk, maka tiang yang lainnya akan berantakan.
~Pengertian limpapeh disini sendiri menurut adat Minangkabau
adalah seorang bundo kanduang yang telah meningkat menjadi
seorang ibu. Jadi, ibu sebagai seorang limpapeh rumah gadang
adalah tempat meniru, teladan. "Kasuri tuladan kain, kacupak
tuladan batuang, satitiak namuah jadi lawik, sakapa buliah
jadi gunuang." Seorang ibu bertugas membimbing dan mendidik
anak yang dilahirkan dan semua anggota keluarga lainnya di
dalam rumah tangga.

Umbun puruak pagangan kunci.
~Apabila seorang wanita sudah menikah, maka tugasnya akan
bertambah. Kalau tugas itu dijalankan dengan ikhlas serta
hati yang tulus, akan mendatangkan kebahagian dalam rumah
tangga.

Pusek jalo kumpulan tali.
~Sebagai pengatur rumah tangga, bundo kanduang
sangat menentukan baik atau buruknya anggota keluarga.
Untuk itu diperlukan:

Ilmu pengetahuan
Sebagai pengatur rumah tangga, seorang bundo kanduang
haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang cukup, seperti
ilmu dalam mengatur ekonomi keluarga, etiket dan
hal lainnya.

Sifat dan sikap terbuka
~Sifat dan sikap seorang bundo kanduang haruslah ramah,
"tahu tinggi jo randah, budi baiek baso katuju",
sopan dan santun, riang gembira, "capek
kaki indak panaruang, ringan tangan indak pamacah."

Sumarak dalam nagari, hiasan dalam kampuang
~Sebagai anggota masyarakat, bundo kanduang haruslah
memiliki rasa malu baik didalam berpakaian, bertutur kata,
bergaul dan hal lainnya. Bundo kanduang haruslah
menghilangkan sifat-sifat "bak katidiang tangga bingkai,
bak payuang tabukak kasau, alun diimbau alah datang, alun
dijujai alah galak,bak kacang diabuih ciek, bak lonjak
labu dibanam."

Nan gadang basa batuah, ka undang-undang ka Madinah,
ka payuang panji ka sarugo Sebagai lambang ~kebanggaan dan
kemuliaan yang dibesarkan dan dihormati serta diutamakan dan
dipelihara, wanita Minang juga harus memelihara diri serta
menundukkan diri dengan aturan agama Islam.


Lah bauriak bak sipasin
Kok bakik alah bajajak
Abih tahun baganti musim
Sandi adat nan dianjak

Batang aua paantak tungku
Pangkanyo sarang limpasan
Ligundi di sawah ladang
Sariak indak baguno lai

Mambuhua kalau mambuku
Maukia jokok mangasan
Budi kok kalihatan dek urang
Iduik indak paguno lai.

Senin, 16 September 2013

GURINDAM TIGO ZAMAN (Sebuah Renungan)

Diambiak misa jo umpamo, hiduik di ateh dunia nangko, tigo zaman nan di lalui,,manolah zaman nan tigo.

Partamo zaman katitiran, Kaduo zaman kudo baban, Katigo zaman baruak tuo.

Katiko zaman katitiran :
Awak rancak pamenan urang, diam disangka nan baukia,
batirai bajambua-jambua, masak jujai pagi jo patang.
Kok makan di tapak tangan, kok minum di ujung kuku, jo dendang mako takalok.
Oh anak capeklah gadang, pambangkik bating tarandam,
panupang condong nak jan rabah, kurang kok lai kamanukuak.

Alah gadang anak mandeh kini, asok kumayan lai ndak pulang,
kain pandukuang tak taganti, kunun lah hutang ka nagari, tugas ka Allah tabangkalai,
isuak antah apo kajadinyo, tolong dek mandeh nan jo doa, salamat dunia jo akhirat.
Zaman katitiran, ikolah maso sadang kuek.

Kaduo zaman kudo baban :
Sauak ayia mandikan diri, barek ringan pikualah surang, Hari hujan kasiak badoroh, tarompah basi lapang pulo, tasabuik baranti kudo baban, makan di salo kakang basi, minum aia batinogan, makanan siso pagi tadi.
Jikok malengong kabalang, dihetong umua nan tapakai, tuo alun mudo talampau,
tapeklah kiniko masonyo, maso tanago sadang kuek.

Katigo zaman baruak tuo :
Tingga mahuni dangau buruak, gilo bamanuang samo surang.
Maso badan lai kuek, tak ado karambia ndak tapanjek.
Malompek ka batang suok. Mahambua ka batang kida,
asa indak bakaranggo basicucua,
lindang dek tangan kasadonyo, sanang hati urang nan punyo.

Tapi itu... dulu..,
kini manjadi buah ratok, jariah tabuang laleh sajo, kalau indak karano Allah dilakukan. Maharok baleh dari alam, iko karajo sio sio.
Samantaro wakatu masih ado, matohari alun tabanam, marilah samo kito pikia,
apo nan tugas sabonanyo.

 Oleh: Yulfian Azrial, penulis buku Budaya Alam Minangkabau, Pemahaman Dasar Adat Minangkabau, Manjadi Pangulu, Batagak Gadang, dll, Kepala Balai Kajian, Konsultansi, dan Pemberdayaan (BKKP) Nagari Adat Alam Minangkau

KARIH SEBAGAI SIMBOL EKSISTENSI PANGULU

SUMPAH SATIE BUKIK MARAPALAM SEBAGAI UNDANG-UNDANG ADAT MINANGKABAU, ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

BismillahirrahmanirrahiimPado bulan sya’ban tahun 804 H (Maret tahun 1403 M) Yang Dipertuan Maharaja Diraja Minangkabau Tuangku Maharajo Sakti keturunan keempat Adityawarman barsamo Pamuncak adat Dt Bandaro Putiah di Sungai Tarab mengundang seluruh pemuka agama, pemuka adat dan ilmuwan umum di seluruh wilayah Dataran tinggi tiga gunung Merapi Singgalang dan Sago yang juga disebut wilayah luak nan tigo mengadokan pertemuan permusyawaratan menyatukan pendapat mengatur masyarakat di wilayah Kerajaan Minangkabau ini di atas bukit Marapalam..

Dalam pembukaan Tuangku Maharajo Sakti menyampaikan, sudah waktunyo kito sebagai pemuka wilayah inti kerajaan Minangkabau memikirkan kesatuan dan kemajuan kerajaan Minangkabau.. Marilah kita bersama-sama memikirkan hal itu... Semua yang hadir bersepakat.
Tuangku Maharajo Sakti melemparkan pertanyaan mengenai pedoman apa yang dapat menjadi dasar hukum Kerajaan Minangkabau..

Dari Kelompok adat, dan dari Kaum Tua mengusulkan agar tetap berpedoman pada adat yang telah lama diterapkan, yaitu ADAIK BASANDI ALUE JO PATUIK,,,ALAM TAKAMBANG JADI GURU.
Dari Kelompok Penguasa Militer yang kebanyakan berasal dari Jawa menyampaikan bahwa mereka mengikuti suara yang terbanyak..

Dari Kelompok Umat Islam mengusulkankan agar diterapkan ADAIK BASANDI SYARA, SYARA BASANDI KITABBULLAH, SYARA MANGATO ADAIK MAMAKAI, SYARA NAN KAWI ADAIK NAN LAZIM.
Selanjutnyo dari kelompok umat Islam juga mengusulkan agar sistem pemerintahan BADAULATNYO UMAIK (demokrasi) system TIGAISME (trilogy).. Minangkabau diperintah oleh 3 (tiga) Lembaga Raja yang terhormat RAJO NAN TIGO SELO, yaitu Limbago Rajo Alam di Pagaruyuang, Limbago (Lembaga) Rajo Ibadat di Sumpur kudus dan Limbago Rajo Adat di Buo. Masing-masing Limbago Rajo merupakan limbago Ilmuwan (tenaga ahli) dipimpin oleh seorang rajo.. Pimpinan umum disebut Sultan rajo Alam dipanggilkan Sulthan.. Tugas rajo nan tigo selo ialah menjelaskan dan menyempurnakan keputusan Marapalam.. Keputusan Marapalam dengan penyempurnaan dan penjelasannya disebut UNDANG ADAIK MINANGKABAU.. Selain itu rajo nan tigo selo menetapkan aturan pelaksanaan dan aturan yang belum ada dan diperlukan oleh masyarakat Minangkabau..

Sebagaimana telah diberlakukan lama, Minangkabau itu dibagi atas Minangkabau inti (al Biththah) dan Minangkabau rantau (Minangkabau az Zawahir).. Minangkabau al Biththah meliputi wilayah Dataran tiga gunung (tria arga), gunung Singgalang, gunung Marapi dan gunung Sago yang disebut Luak Nan Tigo, yaitu luak Tanah Data, Luak Agam, Luak 50 Koto.. Daerah di luar itu disebut Minangkabau rantau (az zawahir).. Di Minangkabau inti (Luak Nan Tigo) raja-raja Minangkabau tidak memerintah langsung (tidak memungut pajak), tapi hanya mengatur dan menjaga tidak ada peperangan di dalamnya.. Raja Minangkabau memerintah di rantau dengan mengirimkan perwakilan-perwakilan. Minangkabau inti menjadi pendukung Sulthan memerintah ke rantau..

Undang adat Minangkabau ditulis dalam rangkap sembilan yang sama.. 3 rangkap masing-masing dipegang oleh Rajo Nan Tigo Selo, 1 rangkap dipegang oleh Tuanku Bosa Tanjuang Alam serta 4 rangkap dipegang masing-masing oleh Basa 4 balai, dan 1 rangkap dipegang oleh Tuan Gadang. Barang siapa yang ingin menyalin dapat menyalinnya dari salah satu yang sembilan itu.. Dalam salinan itu disebutkan siapa yang menyalinnya dan dari undang adat yang mana dia salin.. Begitulah buku undang adat itu sampai ke nagari-nagari. Tapi pada kenyataanya kita belum pernah mendapatkan yang asli tersebut.

Hasil kesepakatan di bukit Marapalam tersebut disebut "Bai'ah Marapalam".
BAI’AH MARAPALAM ATAU UNDANG ADAT MINANGKABAU..

(Bukit Marapalam di Puncak Pato Tanah Datar)

PERANAN ORANG PILIANG DIDALAM PEMERINTAHAN KERAJAAN-KERAJAAN DI MINANGKABAU


 Dalam kelarasan Koto Piliang dikenal lembaga-lembaga yang bernama Langgam Nan Tujuah, Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai. Lembaga-lembaga ini sudah ada sejak kelarasan Koto Piliang didirikan, berlanjut sampai masa pemerintahan Pagaruyung dan diteruskan sampai saat ini. Pada masa pemerintahan Kerajaan Pagaruyung, kelarasan Koto Piliang tampak mendominasi struktur dan gaya pemerintahan Kerajaan Pagaruyung yang aristokratis.

Kelarasan Koto Piliang yang didirikan oleh Datuk Katumanggungan ini memang berpandangan bahwa lembaga raja sangat dihormati. Di daerah rantau yang rajanya (raja-raja kecil) ditunjuk langsung oleh Pagaruyung sebagai perwakilan disana, aturan dan madzhab ketatanegaraan Koto Piliang sangat mendominasi.

Dinamika Langgam Nan Tujuah, Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai

Langgam Nan Tujuah
Pada awalnya Langgam Nan Tujuah beranggotakan sebagai berikut:
1. Pamuncak Koto Piliang (Pemimpin Langgam Nan Tujuah) berkedudukan di Sungai Tarab
2. Perdamaian Koto Piliang (Juru Damai Sengketa antar Nagari) berkedudukan di Simawang Bukik Kanduang
3. Pasak Kungkuang Koto Piliang (Keamanan Dalam Negeri) berkedudukan di Sungai Jambu      Lubuak Atan
4. Harimau Campo Koto Piliang (Panglima Perang) berkedudukan di Batipuah Sapuluah Koto
5. Camin Taruih Koto Piliang (Badan Penyelidik) berkedudukan di Singkarak Saniang Baka
6. Cumati Koto Piliang (Pelaksana Hukum) berkedudukan di Tanjung Balik Sulik Aia
7. Gajah Tongga Koto Piliang (Benteng Selatan) berkedudukan di Silungkang Padang Sibusuak

Rajo Tigo Selo
Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi yang disebut Limbago Rajo, masing-masing terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat yang berasal dari satu keturunan. Ketiga raja dalam berbagai tulisan tentang kerajaan Minangkabau ditafsirkan sebagai satu orang raja.

Raja Adat mempunyai tugas untuk memutuskan hal-hal berkaitan dengan masalah peradatan, dan Raja Ibadat untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut keagamaan. Pada awalnya institusi untuk Raja Alam dan Raja Adat disebut sebagai Rajo Duo Selo, namun setelah agama Islam masuk ke Minangkabau diangkatlah Raja Ibadat.

Pada masa pemerintahan Pagaruyung terdapat tiga istana untuk ketiga Raja yaitu :
Istana Ateh Ujuang di Balai Janggo tempat bersemayam Raja Adat
Istana Balai Rabaa di Gudam tempat bersemayam Raja Alam
Istana Ekor Rumpuik di Kampuang Tangah tempat bersemayam Raja Ibadat

Tetapi keberadaanya :
Raja Alam berkedudukan di Pagaruyuang
Raja Adat berkedudukan di Buo
Raja Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus

Basa Ampek Balai
Dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung Rajo Tigo Selo dibantu oleh dewan menteri sejumlah empat orang yang disebut Basa Ampek Balai yang mempunyai tugas dan kewenangan-kewenangan dan tempat kedudukan atau wilayah sendiri pada nagari-nagari yang berada di sekeliling pusat kerajaan Pagaruyung. Pada awalnya Basa Ampek Balai beranggotakan sebagai berikut:

Tuan Gadang di Batipuah, Harimau Campo Koto Piliang
Datuak Bandaro Putiah di Sungai Tarab, Pamuncak Alam Koto Piliang
Machudum di Sumaniak, Aluang Bunian Koto Piliang
Indomo di Saruaso, Payuang Panji Koto Piliang

Setelah kuatnya agama Islam maka dirasa perlu untuk menambahkan pemimpin di bidang agama. Oleh karena itu struktur Basa Ampek Balai berubah menjadi :

Datuak Bandaro Putiah di Sungai Tarab, Pamuncak Alam Koto Piliang
Machudum di Sumaniak, Aluang Bunian Koto Piliang
Indomo di Saruaso, Payuang Panji Koto Piliang
Tuan Kadi di Padang Gantiang, Suluah Bendang Koto Piliang

Pada awalnya Tuan Gadang di Batipuah berdiri sendiri, namun kemudian menjadi bagian dari Basa Ampek Balai. Setelah Tuan Kadi menjadi anggota Basa Ampek Balai, Tuan Gadang kembali keluar dari struktur namun tetap memiliki kedudukan yang tinggi dalam struktur pemerintahan Pagaruyung. Ini disebabkan karena Tuan Gadang membawahi Nagari Batipuh yang merupakan nagari raksasa pada zaman itu, yang luas wilayahnya puluhan kali lipat dari nagari-nagari sekitar.

Sumber : Berbagai Literatur & Wikipedia

Renungan: Calon Raja


Dahulu kala, ada seorang raja di daerah Timur yang sudah tua. Ia menyadari bahwa sudah dekat saatnya ia mencari pewaris kerajaannya. Ia tidak mewariskan kerajaannya itu kepada salah satu dari bawahannya ataupun anaknya, tetapi ia memutuskan untuk melakukan sesuatu hal yang berbeda.

Ia memanggil seluruh anak muda di seluruh kerajaannya. Ia berkata, "Sudah saatnya bagiku untuk mengundurkan diri dan memilih raja yang baru. Aku memutuskan untuk memilih salah satu di antara kalian."

Anak-anak muda itu terkejut! Tetapi raja melanjutkan,"Aku akan memberikan kalian masing-masing satu bibit hari ini. Satu bibit saja. Bibit ini sangat istimewa. Aku ingin kalian pulang, menanamnya, merawatnya dan kembali ke sini lagi tepat 1 tahun dari hari ini dengan membawa hasil dari bibit yang kuberikan hari ini. Kemudian aku akan menilai hasil yang kalian bawa, dan seseorang yang aku pilih akan menjadi raja negeri ini!"

Ada seorang anak muda yang bernama Ling yang berada di sana pada hari itu dan ia, seperti yang lainnya, menerima bibit itu. Ia pulang ke rumah dan dengan antusias memberitahu ibunya tentang apa yang terjadi. Ibunya membantu Ling menyediakan pot dan tanah untuk bercocok tanam, dan Ling menanam bibit itu kemudian menyiraminya dengan hati-hati.

Setiap hari ia selalu menyirami, merawat bibit itu, dan mengamati apakah bibit itu tumbuh. Setelah beberapa minggu, beberapa dari anak muda itu mulai membicarakan mengenai bibit mereka dan tanaman yang telah mulai tumbuh. Ling pulang ke rumah dan memeriksa bibitnya, tetapi tidak ada hasilnya.

Tiga minggu, 4, 5 minggu berlalu. Tetap tidak ada hasilnya. Sekarang ini, para anak muda memperbincangkan tentang tanaman mereka, tetapi bibit Ling tetap belum tumbuh, dan ia mulai merasa seperti pecundang. Enam bulan berlalu, tetap belum tumbuh juga. Ia berpikir bahwa ia telah membunuh bibit itu. Setiap orang memiliki pohon dan tanaman yang tinggi, tetapi ia tidak memiliki apa-apa. Ling tidak berkata apa-apa kepada temannya. Ia tetap menunggu bibitnya tumbuh.

Satu tahun berlalu sudah dan semua anak muda di seluruh kerajaan membawa tanaman mereka kepada raja untuk dinilai. Ling putus asa dan tidak ingin pergi dengan membawa pot yang kosong. Tetapi ibunya memberinya semangat untuk pergi dan membawa potnya.

Ling harus jujur mengenai apa yang terjadi dengan bibit itu,saran ibunya. Ling sadar bahwa saran ibunya benar. Dan ia pergi ke istana dengan membawa pot yang kosong. Ketika Ling tiba, ia kagum melihat berbagai macam tanaman yang dibawa oleh teman-temannya yang lain. Semuanya indah, dalam ukuran dan bentuk. Ling meletakkan pot yang kosong itu ke lantai dan banyak orang menertawainya. Beberapa merasa kasihan kepadanya.

Ketika raja datang, ia mengamati ruangan itu dan menyalami rakyatnya. Ling berusaha untuk bersembunyi di bagian belakang. "Wah, betapa indahnya tanaman, pohon, bunga yang kalian bawa," kata raja. "Hari ini, salah seorang dari kalian akan ditunjuk menjadi raja selanjutnya!" Seketika, sang raja melihat Ling di belakang ruangan dengan potnya yang kosong. Ia memerintahkan pengawalnya untuk membawa Ling ke depan.

Ling sangat ketakutan. "Sang raja tahu aku seorang pecundang! Mungkin ia akan memerintahkan aku untuk dihukum!" Ketika Ling tiba di depan, sang raja menanyakan namanya. "Namaku Ling," jawab Ling. Semua orang menertawakannya.

Sang raja menenangkan situasi itu. Ia melihat Ling, dan kemudian mengumumkan ke seluruh kerajaan, "Lihatlah, ini raja kalian yang baru! Namanya adalah Ling!" Ling tidak mempercayai apa yang barusan dikatakan raja. Ia bahkan tidak bisa membuat bibit itu tumbuh, mengapa ia bisa menjadi raja yang baru?

Kemudian sang raja berkata, "Satu tahun lalu, aku memberikan setiap orang sebuah bibit. Dan kukatakan kepada kalian untuk mengambilnya, menanamnya, dan merawatnya, kemudian membawanya kembali kepadaku hari ini. Tetapi aku memberikan kalian bibit yang sudah direbus sehingga tidak akan bisa tumbuh. Kalian semuanya, kecuali Ling, membawakanku pohon, tanaman, bunga. Ketika kalian menyadari bahwa bibit itu tidak bisa tumbuh, kalian menukarkan dengan bibit lain. Hanya Ling yang memiliki keberanian dan kejujuran untuk membawakanku sebuah pot kosong dengan bibitku di dalamnya. Maka demikian, ia yang akan menjadi raja yang baru."

RAO PASAMAN DAN KERAJAAN PADANG NUNANG

Oleh : Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo[1] 

 Rao dan Pasaman umumnya dalam subkultur Minang merupakan rantau Luak Agam yang kental menganut adat kelarasan koto piliang yang didirikan Datuk Ketumanggungan. Justru dalam tata pemerintahan masa Belanda, Pasaman (Ophir dan Lubuk Sikaping) bagian integral wilayah Afdeling Agam yang controleurnyan ketika itu berkedudukan di Onder Afdeling Ophir yakni di Talu. Sebab itu pula sampai sekarang, dalam pemerintahan adatnya terutama pada jejak kerajaan sapiah balahan Pagaruyung  yang ada di Pasaman (misalnya Kerjaan Padang Nunang Rao, Kerajaan Talu, Kerajaan Parik Batu Simpang Ampat, Kerajaan Kinali, Kerajaan Sontang[2] dsb) kental menganut aturan dan paham ketatanegaraan koto piliang. Kelarasan ini berpandangan bahwa lembaga raja, mulai dari Rajo Tigo Selo, amat dihormati dan status (kedudukannya) berada di atas segalanya.  

Kepopuleran Rao, di antaranya tidak bisa dilepaskan dari sejarah kebesaran kerajaan lama Padang Nunang - Rao, di samping nama besar tokoh Tuanku Rao (1790–1833). Tuanku Rao ini, ayahnya berasal Tarungtarung Rao dan ibu dari Padangmantinggi, kemudian dikenal sebagai  seorang tokoh paderi (1821 – 1837) terkemuka dan panglima perang, disebut amat gigih memerangi Belanda di wilayah Pasaman, Kotanopan, Padanglawas, dan di Padangsidempuan. Ia juga seorang ulama penyebar Islam di Tanah Batak, yang masa remajanya belajar ilmu agama Islam di surau Tuanku Nan Tuo, Koto Tuo (Agam), kemudian mendalaminya dengan Bonjol bidang fiqh al-Islam (juresprudensi Islam) sampai dianugerahi gelar Fakih Muhammad. Diceritakan ia menikah dengan seorang wanita bangsawan, puteri Yang Dipertuan Rao. Ia bertentangan mazhab dengannya (ia berpaham wahabiyah), juga mertuanya tidak menunjukkan perlawanan dengan Belanda, karenanya mengambil alih pemerintahan di Rao dan bergelar Tuanku Rao.

Kerajaan Padang Nunang, Rao jelas-jelas kerajaan kerabat Pagaruyung[3]. Razak banyak menceritakan prihal kerajaan ini bersumber dari ninik Mukti bin Abdullah di Sumur  Rao. Yang DiPertuan Rao, bersemayam di Koto Rao, Rao Mapat Tunggul. Kawasan  tapak istana tersebut boleh dilihat dari jambatan Sungai Asik , yang merupakan sempadan antara  Nagari Lubuak Layang, Mapat Cancang dan Lubuak Godang, Mapat Tunggul.

Kerajaan ini mulai mundur dari kejayaannya disebabkan, terjadi konflik dalam tubuh kerajaan. Raja – Raja Rao melakukan musyawarah mencari  solusi penyelesaian. Saat itu Yang Di Pertuan Rao sudah wafat menjadi korban Perang Padri.  Keputusan  musyawarah mengamanatkan perlu menjemput dan mengangkat seorang Raja dari istana Kerajaan Pagaruyung dengan memberi gelaran Yang DiPertuan sebagai safety valve (katup pengaman) konflik dalam Kerajaan. Lalu disepakati tiga orang raja  sebagai wakil Raja-Raja Rao untuk mengadap Raja Alam di istana Kerajaan Pagaruyung. Tiga orang raja itu ialah: (1) Sutan Komalo dari Padang Bariang, (2) Sutan Nadil dari Koto Panjang dan (3) Sutan Rajo Lelo dari  Tanjung  Boda. Ada juga catatan termasuk juga Dato' Rajo Malintang,  Lubuok Layang sebagai wakil utusan.

Sesampai di istana, wakil Padang Nunang diperkenankan memilih salah seorang kerabat yang ketika itu raja perempuan, terpilih yang tercantik. Pada waktunya raja pilihan dari Pagaruyung itu dikukuhkan dengan diberi gelar Yang DiPertuan di wilayah Koto Rajo, Mapattunggul. Pada upacara pengukuhan itu semua Raja Rao menyatakan kesetiaan kepada raja yang baru dikukuhkan itu. Malang tidak dapat ditolak, raja yang baru dikukuhkan itu rubuh di singgasana kerajaan. Diperiksa, ternyata ia sudah wafat. Dari suara-suara, disebabkan oleh “ketulahan”, sebuah mitos-mitos Minang, diperkiranya derajatnya rendah atau tidak keturunan raja, dan tidak bebannya yang dipikul. Wakil Raja Rao yang bertiga mengantarkan raja yang mangkat itu ke istana Pagaruyung, mengkhabarkan prihal kewafatannya serta berharap ada penggantinya yang lain dari istana Pagaruyung.

Sekembalinya di Rao, Raja-Raja Rao kembali mengadakan musyawarah. Keputusan yang diambil, kembali ke Pagaruyung meminta kader untuk menjadi Yang DiPertuan di Rao. Ketiga  wakil Raja Rao tadi diminta untuk pergi sekali lagi ke istana Pagaruyung, untuk mencari ganti raja perempuan yang wafat. Wakil Raja Rao membuat strategi sebelum menghadap Raja Pagaruyung. Mereka mengambil langkah diam-diam betemu dengan ketua protokoler (pengwal) istana Pagaruyung. Di sana mereka mendapatkan informasi menarik. Ada seorang perempuan derjatnya tinggi, ia keturunan raja langsung dari isterinya yang lain, tetapi dimarjinalkan, disisihkan dalam pergaulan istana, karena lahir dengan paras rupa kurang cantik. Sering dimarahi dan tidak dihormati, tetapi siapan yang memarahinya langsung sakit. Sakitnya tidak akan pernah sembuh, kalau tidak diobati dengan air basuh kaki perempuan keturunan raja itu. Pada saatnya wakil Rao itu meminta perempuan yang di dapur itu di Balai menghadap Raja Pagaruyung dan Raja memperkenankannya dibawa utusan dan diselenggarakan upacara naik nobat menjadi Yang DiPertuan Padang Nunang di Rao.

Yang DiPertuan dibangunkan istana baru. Istana lama di pindahkan. Rajo Malintang menguasai Lubuak Layang, berkenan memberikan sebidang tanah disebut Padang Nunang, Lubuk Layang, di situ dibangun istana baru. Kemudian gelar Yang Di Pertuan ditukar dengan Yang Di Pertuan Padang Nunang. Razak dari sumber ayahnya, mengisahkan, Yang DiPertuan Padang Nunang ini (Rajo perempuan dari Pagaruyung tadi) bertemu jodoh dengan keturunan  bangsawan  Mandailing.***
Padang, 2012

Catatan Akhir:

[1]Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Ketua V Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Dosen Fakultas Ilmu Budaya – Adab IAIN Imam Bonjol, Peneliti banyak menulis tentang kebudayaan terutama Minangkabau serta Kerajaan Sapiah Balahan Pagaruyung (Kerabat Minangkabau). Sekarang sedang menulis buku tentang Talu, Pasaman.  Blogg: www.wawasanislam.wordpress.com, e-mail: yy_datuk@yaho.com dan facebook: datukyuyu@yahoo.com.

[2] Yulizal Yunus, Kerajaan Pagaruyung, Alam Minangkabau dan Kerajaan-Kerajaan Kerabat, Makalah Pertemuan Pemangku Adat,  Balaiselasa: STAI, 2002). Baca juga Yulizal Yunus, Kesultanan Indrapura dan Mandeh Rubiyah di Lunang, Spirit Sejarah dari Kerajaan Bahari hingga Semangat Melayu Dunia. Padang: Pemkab Pessel – IAIN-IB Press, 2002.

[3]Kerajaan Padang Nunang Rao tidak banyak historika dokumenta yang berbicara dan akurat, tnamun fakta sosial cukup banyak bahkan sampai ke dunia maya cukup menyebar dan diperdebatkan cukup a lot. Razak Rao (dalam http://razakrao.multiply.com/), menayangkan cerita lama itu, tetapi diakuinya tidak mu’tamad (akurat), karena informasi diperoleh dari arwah ninik (cerita sejarah dari arawah). Riza Syahran Ganie gelar Sutan Khalifah juga member tanggpan dengan menambah informasi tentang Kerajaan Pasaman  Kehasilan Kalam. Nurul Wahyu Sanjaya (wahyuraorao@yahoo.co.id) lebih serius memberi tanggapan, dengan mengemukakan fakta sosial baru dan menarik terutama tentang kisah raja-rajanya. Ia menyebut Rajo Rao, di antaranya Sutan Maha Lebihi beserta keempat anaknya, yang masing-masing bergelar Ja Pardanonan (Raja Lumbung), Ja Kinari (Raja Sinar), Ja Suaro (Raja Suara), dan Maha Raja Lelo (Manga Raja Lelo) memindahkan istananya dari Rao ke Batang Natal (Muara Soma). Dari sharing informasi itu terbetik cerita teller history raja yang sulit dibuktikan (mitos) berkaitan dengan Nabi Suleman dan Ratu Bulkis, orang Minang popular dengan sebutan Balukih (seperti lukisan cantiknya) sukunya Nur yang berarti cahaya dan Minang. Nabi Sulaiman mengambil emas, kemenyan dan lada di Gunung Ophir sebutan untuk Gunung Pasaman sekarang, di situ pula ia mempersunting Bulkis Ratu Kerajaan Saba.

ADAT ISITADAT MINANGKABAU

     Kata Adat berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti kebiasaan yang berlaku berulang-kali.  Sederhananya, adat Minangkabau itu artinya "Bapucuak sabana bulek, basandi sabana padek", artinya orang Minang percaya kepada Allah SWT yang ajarannya tersurat dalam Al-Qur'anul Karim, dan tersirat kepada alam (Alam Takambang Jadi Guru).

Di Minangkabau terdapat bermacam-macam adat, yaitu:

1.  Adat Nan Sabana Adat
Adalah kenyataan yang berlaku dalam alam yang merupakan kodrat Illahi, misalnya "Adaik api mambaka, adaik aia mambasahi, adaik ayam bakokok, adaik murai bakicau, adaik lauik baombak."
Adat nan sabana adat ini juga merupakan adat yang tetap, kekal, tidak terpengaruh oleh tempat dan waktu atau keadaan.  Sebab itu dikiaskan dengan "Indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan".
"Adat nan sabana adat" merupakan hal yang seharusnya, menurut "alua jo patuik", menurut agama, menurut perikemanusiaan, menurut tempat dan menurut masa.
     

















Adat Minangkabau dalam hal ini memfatwakan:
Tantang sakik lakek ubek
Tantang bana lakek alua
Tantang aia lapeh tubo
Tantang barih makan pahek
Tantang ukua mangko dikarek
Dikapuak-kapuak lakek parmato
Bulek aia dek pambuluah
Bulek kato dek mufakat
Bulek jantuang dek kalupak
Bulek sagiliang, pipih salayang


2.  Adat Nan Di Adatkan
Adalah sesuatu yang didasarkan atas mufakat, dan mufakat ini harus pula didasarkan atas alur dan patut.  Adat ini merupakan sesuatu yang dirancang dan dijalankan, serta diteruskan oleh nenek moyang yang mula-mula menempati Minangkabau untuk menjadi peraturan bagi kehidupan masyarakat dalam segala bidang.
Adat yang diadatkan melingkupi seluruh segi kehidupan, terutama segi kehidupan sosial, budaya dan hukum.  Keseluruhannya tersimpul dalam "Undang-Undang Nan Duo Puluah" dan "Cupak Nan Duo".  Kata undang berarti aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat dengan sanksi yang dikenakan oleh pimpinan masyarakat terhadap anggota yang melanggar.

"Cupak" artinya alat penakar. Maksudnya, norma yang dijadikan standar untuk mengukur atau menilai tindakan seseorang dalam bermasyarakat yang mana telah dimufakati bersama. Misalnya, pada upacara perkawinan haruslah mempelai wanita (anak daro) dan mempelai laki-laki memakai pakaian menurut yang dilazimkan pada saat acara perkawinan.

3.  Adat Nan Teradat
Adalah kebiasaan setempat yang dapat bertambah pada suatu tempat dan dapat pula hilang menurut kepentingan.

Adat seperti ini tergambar dalam pepatah adat:
   Babeda padang babeda balalang
   Babeda lubuak babeda pulo ikannyo
   Cupak sapanjang batuang.

Adaik salingka nagari
Bila dibandingkan antara adat nan teradat dengan adat nan di adatkan, terlihat perbedaannya dari segi keumuman yang berlaku. Adat nan di adatkan bersifat umum pemakaiannya pada seluruh negeri yang terlingkup dalam satu lingkaran adat yang dalam hal ini ialah seluruh lingkungan Minangkabau.
Umpamanya Adat Matriakat (suami tinggal di keluarga pihak isteri) yang berlaku dan diakui di seluruh Minangkabau.  Walaupun kemudian mungkin mengalami perubahan, namun perubahan itu berlaku dan merata di seluruh negeri. Pelaksanaan adat matriakat dapat berbeda antara negeri yang satu dengan yang lain.  Umpamanya, malam yang keberapa sesudah nikah suami diantarkan ke rumah isterinya, atau malam yang keberapa anak daro (mempelai wanita) harus datang dan bermalam di rumah orang tua suami (istilahnya manjalang mintuo), atau kamar deretan mana yang harus ditempati penganten baru dan lain tata cara yang menyangkut pelaksanaan adat matriakat tersebut.  Jadi, adat nan teradat bisa saja terdapat perbedaan-perbedaan dalam keadaan, umpamanya keadaan suatu negeri dengan negeri yang lain.

Adat nan teradat menurut fatwa adat Minangkabau:
    Rasan aia ka aia
    Rasan minyak ka minyak
    Buayo gadang di lautan
    Gadang garundang di kubangan
    Nan babungkuih rasan daun
    Nan bakabek rasan tali
Adat nan teradat ini disebut juga Limbago (lembaga) dan Limbago ini adalah cetakan.  Limbago akan menghasilkan sesuatu menurut limbago itu sendiri, kalau limbago itu bundar, maka akan bundar pula hasil yang dicetak dan jika bersegi, maka akan bersegi pula hasilnya. Jadi hasil cetakan itu menurut sifat dan keadaan limbago tersebut.

4.  Adat-Istiadat
Adalah kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari yang berlaku secara tradisional dan diwariskan pada generasi berikutnya.  Adat istiadat ini tidak berlaku secara umum dan lebih terbatas lingkungannya. Dalam pelaksanaannya, kadang-kadang menjurus pada kebiasaan buruk menurut ukuran umum, seperti kebiasaan mengadu ayam yang menjurus pada penganiayaan binatang.  Kebiasaan "manyabuang ayam" pada saat ada keramaian yang tujuannya meramaikan gelanggang, berubah menjadi perbuatan maksiat.  Adat yang bertentangan dengan ajaran agama disebut juga dengan Adat Jahiliyah.

Dari keempat adat di atas, Adat Istiadat dapat menjadi Adat nan teradat bila telah dibiasakan secara meluas dan tidak menyalahi kaidah pokok yang disepakati.

Dalam penggunaan sehari-hari, dikelompokkan ke dalam dua bagian, yang pertama Adat, yang tersimpul di dalamnya Adat nan sabana adat dan Adat nan di adatkan. Kedua Istiadat, yang tersimpul di dalamnya adat nan teradat dan adat istiadat dalam arti yang sempit.