Kebiasaan berburu hewan liar di hutan, telah hidup sama tuanya dengan peradaban manusia.
Awalnya, orang berburu untuk memenuhi kebutuhan makan.
Motifnya kemudian berkembang untuk memberantas hama alias hewan
pengganggu tanaman, ketika manusia mulai bercocok tanam dan kemudian
menjadi hobi.
Karena itu, tiap komunitas adat dan kerajaan di masa lalu, selalu punya kebiasaan berburu.
Kini tak semua budaya berburu itu bertahan.
Dari sedikit yang tersisa, budaya berburu babi (kondiak/ciliang) di Minangkabau menjadi salah satunya.
Kebiasaan berburu babi di Minangkabau itu merupakan wujud gotong
royong anak nagari untuk mengusir hama sekaligus ajang silaturahim.
Babi hutan adalah salah satu hama yang sering mengganggu tanaman padi dan kebun masyarakat Sumatra Barat.
Karena itu, kebiasaan berburu babi beramai-ramai merupakan cara yang tepat menguranginya.
Bila di banyak tempat lain orang menggunakan senjata tajam atau
senjata api, berburu babi di Sumatra Barat hingga kini mengutamakan
penggunaan tenaga anjing.
Karena itu, di tiap nagari banyak yang memelihara hewan yang terkenal setia ini.
Anjing-anjing tersebut rata-rata sudah terlatih dan agresif bila diajak berburu.
Pemeliharanya merupakan para pecandu berburu yang bukan saja berburu
di nagarinya, tetapi juga sering ikut berburu di berbagai daerah.
Bisa disebut, hobi berburu babi merupakan salah satu eksistensi diri bagi sebagian lelaki di Minangkabau.
Sebelum berburu babi, muncak buru (ketua berburu) di nagari akan
melapor dan minta izin pada ninik mamak atau pemangku adat setempat.
Ninik mamak yang menentukan, bagian hutan mana yang boleh digunakan untuk ajang berburu..
Meski olah raga berburu babi banyak manfaat, tapi harus selalu ingat
agar pelaksanaan buru babi tetap tak lepas dari aturan adat dan syara’
yang menjadi filosofi orang Minangkabau.
Selain berkaitan dengan hobi dan silaturahim,olah raga buru babi juga
sudah berkembang menjadi bagian dari pariwisata yang layak untuk di
kembangkan...
Pai maajak anjiang jalan-jalan sore
Tidak ada komentar:
Posting Komentar